{HHRMA~Bali} FOLLOW UP -- Dari Survey Lanjutan Kepesertaan Jamsostek di area Kuta-Bali [1 Attachment]
Written by lowongan kerja on 3:26 PM
[Attachment(s) from Bursa Kerja Bali included below]
Ada beberapa titik kritis pemebntukan Komisi Pengawasan Ketenagakerjaan. Dari Tugas dan Wewenang, Dasar Hukum, Anggaran. Namun yang paling adalah mengenai keterwakilan pihak pihak dalam kepengurusan dan keanggotaan komisi ini. Dalam Permenaker No diatur bahwa…
Salam sejahtera,
Kalau dilihat dari mandulnya implementasi UU No. 13 /2003 baik itu yang dilakukan oleh Pengusaha maupun Pekerja memang sangat perlu adanya Komisi Pengawas atau Badan Pengawas dan keseriusan pemerintah harusnya lebih tegas dalam penegakan hukum di Indonesia karena hal ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Akan tetapi Pengawas yang dimaksud harapan saya tidak hanya mengawasi tentang pelanggaran ketenagakerjaan antara pekerja dan pengusaha saja, akan tetapi mereka juga sepatutnya mengawasi berjalannya permasalahan tenaga kerja sampai ke tingkat peradilan melalui penyelesaian di Pengadilan Hubungan Industrial, karena keputusannya merupakan kunci efek jera terhadap kedua belah pihak baik pengusaha maupun pekerja sepanjang penyelesaiannya mengacu kepada UU No. 13/2003 dan UU No. 2/2004 serta beberapa aturan terkait.
Diamati dilapangan sangatlah berbeda penyelesaian kasus tenaga kerja kita, misalnya, Permasalahan yang sudah tidak bisa diselesaikan di tingkat Bipartit, berlanjut ke tingkat Tripartit sehingga dikeluarkanlah Surat Anjuran oleh Mediator yang ditunjuk, terkadang anjuran mediator memenangkan pihak pekerja dan setelah dilanjutkan untuk memperoleh kekuatan hukum tetap ke Pengadilan Hubungan Industrial terkadang keputusan dari beberapa oknum hakim berbanding terbalik mengalahkan pekerja bahkan banyak perkara yang ditolak (sangat perlu dipertanyakan,,,,,) dan lucunya setelah diadakan upaya hukum Kasasi ke MA, banyak Hakim Mahkamah Agung justru keputusannya hampir sama dengan isi Surat Anjuran Mediator,,, apakah hal ini pernah dilakukan survei bagaimana keputusan hakim PHI dibandingkan keputusan hakim Mahkamah Agung, coba saja disurvei ke PHI! Banyak keputusan yang tidak sama atau berseberangan maka sangat perlu diawasi,,,, timbul pertanyaan??? apakah qualitas hakim PHI tidak mampu dipakai sebagai hakim??? Apakah hakim PHI disuap??? Hanya hakim bersangkutanlah yang tahu karena mereka telah melanggar sumpahnya sendiri sebagai hakim, tentu hal ini tidak mudah dibuktikan dan semoga saja oknum hakim seperti ini segera dipanggil tuhan untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya di neraka.
Tidak salah banyak berita bahwa beberapa oknum hakim PHI tertangkap atas kasus suap oleh oknum pengusaha-pengusaha nakal yang punya uang dibandingkan dengan pekerja yang terkadang upah selama proses PHK sesuai Undang-Undangpun tidak dibayarkan mereka bahkan lebih memilih membayar pengacara mahal demi gengsinya untuk memenangkan perkaranya.
Kalau hal ini terus berlanjut penyelesaian permasalahan pekerja di tingkat pengadilan merupakan kuburan bagi pekerja.
Saya kira peran pengawas juga sangat perlu disini untuk melakukan survei sekaligus memberikan masukan kepada APINDO maupun Serikat Pekerja untuk bersama-sama memberikan masukan kepada Mahkamah Agung terhadap oknum-oknum hakim PHI seperti ini baik itu hakim adhoc maupun hakim karirnya, kalau ditemukan bukti oknum hakim seperti ini agar segera dipecat saja dan kalau terbukti ada penyuapan agar segera diproses oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atas dugaan tindakan Korupsi dan gratifikasi, atau mungkin KPK membuat program kerja Audit ke PHI, karena kalau hal ini dibiarkan akan sangat merugikan semua pihak baik dari sisi waktu dan status permasalahan akan bergantung lama, khususnya bagi pihak pekerja.
Harapan kedepan ini menjadi masukan apabila Pengawas telah terbentuk dapat mengawasi proses ini, yang nantinya bisa terciptanya suasana kerja yang lebih harmonis sekaligus mewujudkan kepastian hukum terhadap pekerja.
Terima kasih,
Agus
Setelah bertemu dengan Kabid Pemasaran Jamsostek Bali I, maka dikirim surat ke Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Badung untuk follow up dalam bentuk Undangan Sosialisasi kepada perusahaan yang BELUM menjadi peserta Jamsostek
Undangan dari Disnkaer Badung sekaligus menyiapkan ruangan pertemuan
Dana operasional (konsumsi, dll.) kegiatan dari Jamsostek
Seksi sibuk (pengantaran undangan dll) -- Forum SDM Bali
Rencana pelaksanaan Rabu, 20 Juni 2012
Tempat : menyusul (tergatung Disnaker Badung)
Kita lihat bagaimana reaksi perusahan-perusahaan ini.
Bila tidak ada tanggapan (menghadiri saja tidak bersedia -- apalagi menjadi peserta),
maka TINDAKAN TEGAS DAN KERAS harus diberikan
=====================
Hampir seminggu ini kami melaksanakan Survey Lanjutan Kepesertaan Jamsostek di area Kuta. setelah dua bulan lalu menyasar area Seminyak Kerobokan.
Salah satu targetnya adalah menyasar outlet outlet di Mall Mall - Pertokoan di area Kuta.
Dari sekitar 200-an toko/outlet sayangnya sekitar 75% TIDAK mengikutsertakan karyawannya dalam program Jamsostek.
Termasuk sebagian besar outlet dengan brand (merek) terkenal.
Outlet dengan produk yang harga sebijinya mencapai angka UMK.
Outlet yang telah memiliki 3 - 8 outlet di mall besar dan di area jalur ramai.
Namun perusahaan-perusahaan ini TIDAK terlalu memperhatikan karyawannya.
Dari survey ini juga didapatkan data fakta bahwa ada karyawan yang sudah bekerja 5 tahun namun tetap dengan gaji UMK.
Ada karyawan yang "dipindah" dari karyawan kontrak menjadi karyawan outsourcing
Ada karyawan yang dikontrak dulu sampai 5 tahun (belum mendapat jamsostek), baru statusnya menjadi karyawan tetap (mendapat Jamsostek)
Ada yang kalau sakit tidak mendapatkan fasilitas kesehatan / penggantian dari perusahaan
Ada yang coveran penggantian kesehatan plafonnya Hanya Rp 600 ribu setahun.
Yang lebih parah, ada perusahaan (outletnya megah dan sudah terkenal -- saya yakin anda semua mengetahuinya bila saya sebutkan namanya) namun hanya memberikan tunjangan kesehatan Rp 50 ribu sebulan yang dimasukkan dalam gaji bulanan.
Bila perusahaan UMK (perusahaan kecil) yang melakukan hal tsb, mungkin masih bisa ditoleransi
Namun, ini adalah perusahaan besar/terkenal/produk mahal-bergengsi/telah memiliki beberapa outlet....
Tentu sangat tidak bisa ditoleransi.
Hanya saja, ada masalahSebagian besar outlet tsb hanya memiliki toko/outlet di Bali
Sedangkan kantornya adanya di Surabaya, Bandung atau di Jakarta.....
Bagaimana dengan hati nurani HR di perusahaan-perusahaan ini ??
Apakah Disnaker pernah mengadakan survey seperti ini?
Bagaimana tanggungjawan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Disnaker ?
Bagi saya, hal ini sangat sangatlah memprihatinkan.....
URGENSI PEMBENTUKAN KOMITE PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN BALI
LATAR BELAKANG
Fungsi pengawasan ketenagakerjaan oleh pemerintah (baca : Dinas Tenaga Kerja) adalah untuk memastikan telah diimplementasikannya ketentuan ketenagakerjaan dalam praktek keseharian. Hanya saja, selama ini pengawasan dari Dinas Tenaga Kerja masih sangat lemah. Permasalahan kualitas pengawas dan terutama sekali sangat terbatasnya kuantitas jumlah pengawas menjadi “pekerjaan rumah� pemerintah pusat dan daerah.Untuk itulah hadir usulan dibentuknya Komisi Pengawas Ketenagakerjaan yang beranggotakan unsur pemerintah, serikat pekerja, pengusaha dan pihak pihak pemangku kepentingan di bidang ketenagakerjaan.
Fungsi pengawasan ketenagakerjaan oleh pemerintah (baca : Dinas Tenaga Kerja) adalah untuk memastikan telah diimplementasikannya ketentuan ketenagakerjaan dalam praktek keseharian. Hanya saja, selama ini pengawasan dari Dinas Tenaga Kerja masih sangat lemah. Permasalahan kualitas pengawas dan terutama sekali sangat terbatasnya kuantitas jumlah pengawas menjadi “pekerjaan rumah� pemerintah pusat dan daerah.Untuk itulah hadir usulan dibentuknya Komisi Pengawas Ketenagakerjaan yang beranggotakan unsur pemerintah, serikat pekerja, pengusaha dan pihak pihak pemangku kepentingan di bidang ketenagakerjaan.
Namun dalam kenyataannya di lapangan muncul beberapa pertanyaan kritis :
- Bagaimana agar pengusaha memahami pentingnya Industrial Relation ?
- Bagaimana para HR tdk menganggap Industrial Relation seperti dunia ke 3 Human Relation ?
- Bagaimana agar stakeholder dalam Industrial Relation berpikir strategic, responsif dan antisipatif tidak reaktif ?
- Bagaimana membangun system competency, performance, dan compensation diterapkan, sehingga menjadi ukuran imbalan yg objectives pada pekerja, tidak sekedar UMP/K saja ?
- Bagaimana HR dengan serius meningkatkan kemampuannya ?
- Bagaimana pekerja juga serius meningkatkan dan ditingkatkan kemampuannya ?
- Bagaimana kepatuhan pada hukum menjadi kesadaran semua stakeholder Industrial Relation?
- Bagaimana law enforcement menjadi nafas kehidupan pemeliharaan Industrial Relation ?
- Bagaimana kita bersama sesuai dengan kapasitas kita berkontribusi pada hal-hal diatas demi peningkatan kualitas hidup SDM Indonesia agar lebih bermartabat ?
(Sumber : Iman Basudiadji â€" Senior HR / Anggota BNSP Jatim)
Idealnya, sebenarnya Komisi Pengawasan Ketenagakerjaan ini TIDAK PERLU ADA bila aturan ketenagakerjaan dilaksanakan dan kondusifnya hubungan industrial di perusahaan. Inilah misi suci yang harus ditegakkan oleh pihak yang bertanggug jawab. Yakni Human Resources (HR), Serikat Pekerja, LSM dan tentu pemerintah.
Dalam praktek manajemen HR di perusahaan, tugas HR hanya sebatas menyampaikan/ menginformasikan / mencoba mempengaruhi/agak memaksa agar manajemen/ GM/owner melaksanakan aturan ketenagakerjaan (khususnya/wajibnya yang bersifat normatif). Inilah misi suci seorang HR. Namun KEPUTUSAN/WEWENANG (dan tentu saja tangungjawab dari keputusan tsb) tetap sepenuhnya berada di tangan GM atau owner. Kenyataannya lagi, HR kadang (bahkan sering) tidak mampu "meng-gol-kan misi suci" tersebut. Bahkan malah dijadikan tameng/bemper/kepanjangan tangan untuk "melanggar,mengenyampingkan atau melupakan" hal tersebut. Ini kenyataan yang tidak terbantahkan.
Jadi, bila HR tidak dapat "diandalkan" /tidak dapat "diharapkan", maka masih ada peran Serikat Pekerja, LSM dan Dinas Tenaga Kerja. Di Bali, berdasarkan pengamatan, Serikat Pekerja lebih "mengurus" anggotanya saja. Tentu saja ini merupakan hal yang wajar. Sedangkan LSM yang concern masalah ketenagakerjaan, belum tampak kiprahnya. Lalu mengharap peranan dan ketegasan Disnaker di Bali ? Jujur saja, dari fakta beberapa tahun terakhir, mayoritas praktisi ketenagakerjaan masih sangat pesimis.
Jadi, bila HR tidak dapat "diandalkan" /tidak dapat "diharapkan", maka masih ada peran Serikat Pekerja, LSM dan Dinas Tenaga Kerja. Di Bali, berdasarkan pengamatan, Serikat Pekerja lebih "mengurus" anggotanya saja. Tentu saja ini merupakan hal yang wajar. Sedangkan LSM yang concern masalah ketenagakerjaan, belum tampak kiprahnya. Lalu mengharap peranan dan ketegasan Disnaker di Bali ? Jujur saja, dari fakta beberapa tahun terakhir, mayoritas praktisi ketenagakerjaan masih sangat pesimis.
Sehingga mau tidak mau, WAJIB dibentuk Komisi Pengawasan Ketenagakerjaan yang "MERANGKUM" semua komponen tersebut dalam satu wadah. Harus dihimpun para komponen yang "masih concern" untuk membenahi kondisi ketenagakerjaan di Bali. Membenahi dari hulu untuk mensosialisasikan aturan / menyadarkan sembari "menyebar ancaman" --kalau tidak dilaksanakan, maka ini konsekuensinya. Lalu menangani kasus yang "sudah kadung" meledak dan dilaporkan ke Komisi Pengawasan Ketenagakerjaan. Kemudian memberi alternatif solusi dan rekomendasi kepada eksekutor : Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan di Disnaker. Dan terakhir TETAP MENGAWAL hasil rekomendasi tsb.
TUGAS DAN WEWENANG
Jadi, Komisi Pengawasan Ketenagakerjaan TIDAK MENGAMBILALIH tugas Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang sudah ada di Disnaker. Komisi Pengawasan Ketenagakerjaan akan MEMBANTU SEBAGIAN tugas Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan (PNS di Disnaker) yang sudah ada.
Tugas Komisi Pengawasan Ketenagakerjaan hanyalah :
- Memberikan sosialisasi dan pemahaman tentang (UTAMANYA : aturan) ketenagakerjaan
- Menampung pengaduan ketenagakerjaan
- Memberikan laporan pengaduan ketenagakerjaan dan memberikan rekomendasi kepada Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan PNS Disnaker
- Mengawal dan memantau follow up kasus yang diserahkan ke PPK PNS Disnaker tsb
Sehingga follow up dan penindakan tetap menjadi TUGAS KEWAJIBAN dan KEWENANGAN dari Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan sebagaimana diatur peraturan tetap.
Intinya ; Komisi Pengawasan Ketenagakerjaan hanya MEMBANTU dan juga MENGAWAL/MEMANTAU pekerjaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang ada di Disnaker. Karena selama ini alasan KLASIK lemahnya pengawasan ketenagakerjaan adalah kurangnya KUANTITAS Pegawai Pengawasan. Walau KUALITAS juga tetap diperlukan. Dan tentu saja alas an klasik lainnya : TIADANYA ANGGARAN. Untuk itulah, Komisi ini perlu dibentuk untuk MENJAWAB ALASAN yang sudah ada tersebut.
Minimal dengan adanya Komisi Pengawasan Ketenagakerjaan maka :
Intinya ; Komisi Pengawasan Ketenagakerjaan hanya MEMBANTU dan juga MENGAWAL/MEMANTAU pekerjaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang ada di Disnaker. Karena selama ini alasan KLASIK lemahnya pengawasan ketenagakerjaan adalah kurangnya KUANTITAS Pegawai Pengawasan. Walau KUALITAS juga tetap diperlukan. Dan tentu saja alas an klasik lainnya : TIADANYA ANGGARAN. Untuk itulah, Komisi ini perlu dibentuk untuk MENJAWAB ALASAN yang sudah ada tersebut.
Minimal dengan adanya Komisi Pengawasan Ketenagakerjaan maka :
- Intensifikasi sosialisasi aturan (baca : untuk pekerja/perusahaan yang BELUM tahun maka akan menjadi tahu aturan. Yang SUDAH tahu maka akan "DISADARKAN" lagi)
- Bila ada pelanggaran, maka orang akan tahu ke lembaga MANA akan mengadu. Tentu lembaganya "yang formal dan legal" dibentuk pemerintah. Bukan ke saya atau ke LBH.
Tentu dengan tersosialisasinya keberadaan Komisi Pengawasan Ketenagakerjaan, maka akan banyak pengaduan yang akan muncul. Untuk itu harus ada prioritas menghandle pengaduan.
Yakni :
Yakni :
- Menghandle pengaduan yang "terlanjur" sudah masuk
- Melakukan shock therapy ke perusahaan Milik ASING atau BERKEDOK milik lokal yang benar benar bandel.
Bidik dan target perusahaan ini. Coba dibina max 3 bulan.
Kalau tetap bandel, saya sangat sarankan "di-BINA-sakan" saja sebagai
model shock therapy. Untuk menjadi "contoh teladan" penegakan aturan
kepada perusahaan yang bandel.
Sehingga pengaduan kasus ketenagakerjaan bisa makin berkurang dan WIBAWA Disnaker akan muncul. Setelah itu, ya Komisi Pengawasan Ketenagakerjaan ini bisa dibubarkan.
Ada beberapa titik kritis pemebntukan Komisi Pengawasan Ketenagakerjaan. Dari Tugas dan Wewenang, Dasar Hukum, Anggaran. Namun yang paling adalah mengenai keterwakilan pihak pihak dalam kepengurusan dan keanggotaan komisi ini. Dalam Permenaker No diatur bahwa…
Untuk mengurangi itu, Komisi Pengawasan Ketanagekerjaan ini harus dipimpin oleh orang yang :
* Mempunyai kematangan kepribadian yang bersih dan lurus dan mempunyai nilai spiritual
* Mempunyai integritas dalam hal ketenagakerjaan yang dilihat dari track record-nya
* Mempunyai kemampuan pengetahuan dan pemahaman tentang ketenagakerjaan
* Mempunyai pengalaman yang matang dalam menangani kasus ketenagakerjaan
* Diterima/Diakui/dihargai/disegani oleh semua komponen ketenagakerjaan
* Mempunyai kematangan kepribadian yang bersih dan lurus dan mempunyai nilai spiritual
* Mempunyai integritas dalam hal ketenagakerjaan yang dilihat dari track record-nya
* Mempunyai kemampuan pengetahuan dan pemahaman tentang ketenagakerjaan
* Mempunyai pengalaman yang matang dalam menangani kasus ketenagakerjaan
* Diterima/Diakui/dihargai/disegani oleh semua komponen ketenagakerjaan
Siapakah dia ? Dengan tegas saya berani memperjuangkannya : Bapak Drs. I Nengah Subagia, SH, MH Mantan Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kabupaten Badung yang telah pensiun sejak 1 Nopember 2011 lalu Demikian pernyataan sikap dan komitmen saya Mohon dukungan dan doanya Salam Gunawan Wicaksono Koordinator Forum SDM Bali |
|
Ide bagus dari rekan Agus Mulyawan untuk memantau konsistensi dari Surat Himbauan Disnaker, PHI dan MA.
Lihat emailnya di bawah ini
Lihat emailnya di bawah ini
Yang jelas, UU No 13/2003 memang bisa "dimanfaatkan" oleh kedua belah pihak (pisau bermata dua)
Namun tetap Komisi Pengawasan Ketenagakerjaan harus "berpihak" dengan menggunakannya sebagai senjata
Bila pekerja yang nakal, maka tak salah bila pengusaha yang dibela
Namun bila pengusahanya yang nakal, maka UU No 13/2003 harus digunakan untuk menghukum pengusahanya....
DALAM PRAKTEKNYA penyelesaian masalah ketenagakerjaan lebih pada "kuat kuatan" karena panjangnya-lamanya penyelesaian masalah...
Misal ; sudah keluar himbauan Disnaker, namun "diperpanjang" ke PHI.
Setelah keluar keputusan, terus "dilanjutkan" ke MA
Setelah "lama" menunggu dan ada keputusan MA, maka eksekusinya yang ditunda tunda (dipersulit).....
Norma aturannya hanya perlu 3-4 bulan penyelesaian. Kenyataannya bisa menunggu bertahun tahun
Ini yang disebut "kuat kuatan" memainkan waktu dan daya tahan (terutama keuangan) .......
Mana kuat (utamanya pekerja) bisa bertahan sekian lama ?
Menyedihkan ya.... (utamanya buat pekerja yang baik yang teraniaya)........
From: "agusmulyawan@yahoo.com" <agusmulyawan@yahoo.com>Sent: Sunday, May 27, 2012 11:50 AM
Subject: Re: {{HHRMA~BALI}} Andai saja TIDAK PERLU ADA Komite Pengawas Ketenagakerjaan
Subject: Re: {{HHRMA~BALI}} Andai saja TIDAK PERLU ADA Komite Pengawas Ketenagakerjaan
Salam sejahtera,
Kalau dilihat dari mandulnya implementasi UU No. 13 /2003 baik itu yang dilakukan oleh Pengusaha maupun Pekerja memang sangat perlu adanya Komisi Pengawas atau Badan Pengawas dan keseriusan pemerintah harusnya lebih tegas dalam penegakan hukum di Indonesia karena hal ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Akan tetapi Pengawas yang dimaksud harapan saya tidak hanya mengawasi tentang pelanggaran ketenagakerjaan antara pekerja dan pengusaha saja, akan tetapi mereka juga sepatutnya mengawasi berjalannya permasalahan tenaga kerja sampai ke tingkat peradilan melalui penyelesaian di Pengadilan Hubungan Industrial, karena keputusannya merupakan kunci efek jera terhadap kedua belah pihak baik pengusaha maupun pekerja sepanjang penyelesaiannya mengacu kepada UU No. 13/2003 dan UU No. 2/2004 serta beberapa aturan terkait.
Diamati dilapangan sangatlah berbeda penyelesaian kasus tenaga kerja kita, misalnya, Permasalahan yang sudah tidak bisa diselesaikan di tingkat Bipartit, berlanjut ke tingkat Tripartit sehingga dikeluarkanlah Surat Anjuran oleh Mediator yang ditunjuk, terkadang anjuran mediator memenangkan pihak pekerja dan setelah dilanjutkan untuk memperoleh kekuatan hukum tetap ke Pengadilan Hubungan Industrial terkadang keputusan dari beberapa oknum hakim berbanding terbalik mengalahkan pekerja bahkan banyak perkara yang ditolak (sangat perlu dipertanyakan,,,,,) dan lucunya setelah diadakan upaya hukum Kasasi ke MA, banyak Hakim Mahkamah Agung justru keputusannya hampir sama dengan isi Surat Anjuran Mediator,,, apakah hal ini pernah dilakukan survei bagaimana keputusan hakim PHI dibandingkan keputusan hakim Mahkamah Agung, coba saja disurvei ke PHI! Banyak keputusan yang tidak sama atau berseberangan maka sangat perlu diawasi,,,, timbul pertanyaan??? apakah qualitas hakim PHI tidak mampu dipakai sebagai hakim??? Apakah hakim PHI disuap??? Hanya hakim bersangkutanlah yang tahu karena mereka telah melanggar sumpahnya sendiri sebagai hakim, tentu hal ini tidak mudah dibuktikan dan semoga saja oknum hakim seperti ini segera dipanggil tuhan untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya di neraka.
Tidak salah banyak berita bahwa beberapa oknum hakim PHI tertangkap atas kasus suap oleh oknum pengusaha-pengusaha nakal yang punya uang dibandingkan dengan pekerja yang terkadang upah selama proses PHK sesuai Undang-Undangpun tidak dibayarkan mereka bahkan lebih memilih membayar pengacara mahal demi gengsinya untuk memenangkan perkaranya.
Kalau hal ini terus berlanjut penyelesaian permasalahan pekerja di tingkat pengadilan merupakan kuburan bagi pekerja.
Saya kira peran pengawas juga sangat perlu disini untuk melakukan survei sekaligus memberikan masukan kepada APINDO maupun Serikat Pekerja untuk bersama-sama memberikan masukan kepada Mahkamah Agung terhadap oknum-oknum hakim PHI seperti ini baik itu hakim adhoc maupun hakim karirnya, kalau ditemukan bukti oknum hakim seperti ini agar segera dipecat saja dan kalau terbukti ada penyuapan agar segera diproses oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atas dugaan tindakan Korupsi dan gratifikasi, atau mungkin KPK membuat program kerja Audit ke PHI, karena kalau hal ini dibiarkan akan sangat merugikan semua pihak baik dari sisi waktu dan status permasalahan akan bergantung lama, khususnya bagi pihak pekerja.
Harapan kedepan ini menjadi masukan apabila Pengawas telah terbentuk dapat mengawasi proses ini, yang nantinya bisa terciptanya suasana kerja yang lebih harmonis sekaligus mewujudkan kepastian hukum terhadap pekerja.
Terima kasih,
Agus
Penulis adalah praktisi HRD dan Koordinator Forum SDM Bali
0361 8724.724
__._,_.___
Attachment(s) from Bursa Kerja Bali
1 of 1 File(s)
Milis Hotel Human Resources Managers Association Bali
�~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~�
Anda menerima pesan ini karena Anda tergabung pada grup http://groups.yahoo.com/group/HHRMA-Bali/
Untuk mengirim pesan ke grup ini, kirim email ke HHRMA-Bali@yahoogroups.com
Untuk keluar dari grup ini, kirim email ke HHRMA-Bali-unsubscribe@yahoogroups.com
�~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~�
�~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~�
Anda menerima pesan ini karena Anda tergabung pada grup http://groups.yahoo.com/group/HHRMA-Bali/
Untuk mengirim pesan ke grup ini, kirim email ke HHRMA-Bali@yahoogroups.com
Untuk keluar dari grup ini, kirim email ke HHRMA-Bali-unsubscribe@yahoogroups.com
�~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~�
.
__,_._,___
0 comments: Responses to “ {HHRMA~Bali} FOLLOW UP -- Dari Survey Lanjutan Kepesertaan Jamsostek di area Kuta-Bali [1 Attachment] ”